Semangat Budaya – Di kawasan Perairan laut Sumatera Barat terdapat sejumlah pulau kecil. Sebagian pulau berada di kawasan teluk, tapi sebagiannya lagi berada di perairan terbuka. Hampir semua pulau tidak dihuni. Kalaupun ada, itu hanya pulau wisata dengan penghuni sebagian besar adalah wisatawan alias bukan penghuni tetap. Pulau pagang, sirandah, sikuai, atau pulau swarnadwipa adalah contoh pulau berpenghuni tidak tetap. Jikapun ada yang tetap, jumlah mereka sedikit, yakni petugas atau pelayan usaha kepariwisataan.
Karena kerap kali sepi, pulau-pulau seperti toran, bando, pieh, baringin, sinyaru dan pulau-pulau tanpa penghuni lainnya identik sekali dengan mitos. Mitos paling banyak disebut-sebut masyarakat pesisiran adalah inyiak tuduang. Inyiak tuduang adalah hantu penjaga pulau. Menurut mereka yang mengaku pernah bertemu inyiak tuduang, hantu ini memiliki ciri-ciri berbadan tinggi besar dan seluruh tubuhnya hitam legam.
Desri (45) salah seorang penghobi pancing yang biasa memancing di pulau-pulau tak berpenghuni mengaku pernah bertemu Inyiak tuduang. Pemancing yang berdomisili di Lubuak Aluang, Kabupaten padang Pariaman ini menceritakan bahwa inyiak tuduang juga membawa pancingnya sendiri.
“Waktu itu saya sendiri yang masuk ke tubia (areal karang yang kering ketika pasang surut-red). Inyiak iyu seperti orang pula. Ia memancing layaknya pemancing biasa. Tapi jorannya panjang sekali. Waktu itu dia mendekat sekira 1 meter dari saya,” sebutnya. Kelakuan inyiak tuduang menurut cerita Desri, sama dengan kesaksian pemancing lainnya. “Kemana arah kita melempar umpan, kesitu pula dia melempar. Jadi seperti ingin merebut target kita,” katanya. Tapi lebih dari itu, inyiak tuduang tak pernah menggangu. “Dia tidak menakut-nakuti. Dan ketika berjumpa dia, saya memang tidak merasa takut. Setelah dia pergi baru saya bergidik,” terang Desri.
Setelah inyiak tuduang pergi, barulah Desri tersadar bahwa tak mungkin ada manusia yang tingginya dua kali lipat tubuhnya yang tinggi pula. “Tinggi sekali. Dua kali lipat saya. Ketika saya sadar tak mungkin ada manusia setinggi itu, baru saya ketakutan,” katanya.
Menurut nelayan, jika ada yang berani meminta pancing yang sedang dipakai Inyiak Tuduang, maka itulah pancing paling manjur. Sayangnya, karena takut saat tersadar, tak ada pemancing yang berani memanggil kembali inyiak tuduang. Inyiak tuduang dipercaya tidak bermaksud buruk bila muncul. Ia hanya mengingatkan agar para pemancing menghindarkan pantangan dilaut seperti sombong, mengumpat atau menggunakan bangkai hewan darat sebagai umpan.