Semangat Budaya–Mantiko, bagi sebagian orang Minang, kata ini diidentikan sebagai kata yang buruk. Ia seperti halnya kata “caruik”, tabu untuk disebut. Jikapun disebut, harus melihat dulu situasi saat berdiskusi. Tapi ternyata menganggap kata mantiko setara dengan carut adalah salah.
Mantiko ternyata adalah kata yang dalam bahasa Indonesianya “mustika”. Seperti yang diketahui, mustika adalah batu mulia yang sebagiannya dipercaya memiliki kekuatan supranatural. Fungsinya bisa macam-macam. Yang jelas, mustika adalah batu yang tidak ditemukan di tempat seharusnya sebuah batu berada.
Batu mulia biasanya didapatkan dari hasil penambangan, atau dari pecahan tebing, atau dari dalam sungai. Namun, beda lagi dengan mustika atau mantiko. Batu ini didapatkan di dalam buah, di mulut binatang, di jidat binatang, dalam biji, dalam batang, atau dalam kerang yang bukan kerang mutiara. Karena asalnya yang tidak lumrah inilah makanya mantiko dianggap sebagai batu yang punya kekuatan tertentu.
Contoh mantiko yang akrab dikenal masyarakat Sumbar adalah mantiko karambia. Batu yang didapat di dalam tempurung kelapa ini dipercaya dapat membuat masakan tidak basi meskipun sudah berhari-hari. Warnanya putih susu dan ukurannya hanya sebesar kelerang. Batu ini sampai sekarang bahkan banyak dijajakan di e-marketplace.
Dianggap Carut
Kata mantiko identik dengan carut, hanya gara-gara frase “mantiko lan**k” atau “mantiko ci**k”. Kedua istilah tersebut memang punya arti yang buruk. Seseorang yang tidak pernah benar perbuatannya, akan disebut memiliki sifat mantiko lan**k atau mantiko ci**k. Maksudnya, seolah-olah pada dirinya ada kutukan yang tertanam, ibarat mustika yang tidak bisa dicabut.
Sebenarnya, tidak ada manusia yang seperti itu. Semua manusia punya sisi buruk dan juga sisi baik. Dan semua orang berhak untuk bertaubat. Allah SWT adalah Sang Maha Pengampung yang selalu memberi jalan bagi siapa saja untuk kembali kepada kebenaran Nya. (rilis)